Selasa, 25 Desember 2012

Pengertian Dan Penjelasan Pelapisan Sosial

STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata “stratum” (tunggal) dan“strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial :
a. Pitirim A. Sorokin : Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
b. Max Weber : Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.
c. Cuber : Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Pengelompokan secara vertikal Berdasarkan posisi, status, kelebihan yang dimiliki, sesuatu yang dihargai.Distribusi hak dan wewenang Kriteria ekonomi, pendidikan, kekuasaan, kehormatan
Sebab-Sebab Terjadinya Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat/seseorang terhadap sesuatu yang dihargai, semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.
Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pejabat/ketua atau pemimpin pasti menempati lapisan yang tinggi daripada sebagai anggota masyarakat yang tidak mempunyai tugas apa-apa. Karena penghargaan terhadap jasa atau pengabdiannya seseorang bisa pula ditempatkan pada posisi yang tinggi, misalnya pahlawan, pelopor, penemu, dan sebagainya. Dapat juga karena keahlian dan ketrampilan seseorang dalam pekerjaan tertentu dia menduduki posisi tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai ketrampilan apapun.
Proses Terjadinya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial terjadi melalui proses sebagai berikut:
a. Terjadinya secara otomatis, karena faktor-faktor yang dibawa individu sejak lahir. Misalnya, kepandaian, usia, jenis kelamin, keturunan, sifat keaslian keanggotaan seseorang dalam masyarakat.
b. Terjadi dengan sengaja untuk tujuan bersama dilakukan dalam pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti : pemerintahan, partai politik, perusahaan, perkumpulan, angkatan bersenjata.
Kriteria Dasar Penentu Stratifikasi Sosial
Kriteria atau ukuran yang umumnya digunakan untuk mengelompokkan para anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan tertentu adalah sebagai berikut :
a. Kekayaan
Kekayaan atau sering juga disebut ukuran ekonomi. Orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihargai dan dihormati daripada orang yang miskin.
b. Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah.
c. Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Kaum bangsawan akan menempati lapisan atas seperti gelar :
- Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa, Tengku di masyarakat Aceh, dsb.
d. Kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan meraih gelar kesarjanaan atau yang memiliki keahlian/profesional dipandang berkedudukan lebih tinggi, jika dibandingkan orang berpendidikan rendah. Status seseorang juga ditentukan dalam penguasaan pengetahuan lain, misalnya pengetahuan agama, ketrampilan khusus, kesaktian, dsb.
Sifat Stratifikasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedak menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horisontal saja.
Contoh:
- Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
- Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
- Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifatdinamis karenamobilitasnya sangatbesar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal.
Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperolehpendidikan asal ada niat dan usaha.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya,seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif, seperti menentukan penghasilan,tingkat kekayaan, keselamatan dan wewenang pada jabatan/pangkat/ kedudukan seseorang.
b. Sistem pertanggaan (tingkatan) pada strata yang diciptakan masyarakat yang menyangkut prestise dan penghargaan, misalnya pada seseorang yangmenerima anugerah penghargaan/ gelar/ kebangsawanan, dan sebagainya.
c. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi,keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, kepemilikan, wewenang atau kekuasaan.
d. Penentu lambang-lambang (simbol status) atau kedudukan, seperti tingkah\ laku, cara berpakaian dan bentuk rumah.
e. Tingkat mudah tidaknya bertukar kedudukan.
f. Alat solidaritas diantara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.
PERSAMAAN DERAJAT
Persamaan harkat adalah persamaan nilai, harga, taraf yang membedakanmakhluk yang satu dengan makhluk yang lain.
Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan yang dibekalicipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban azasi manusia.
Pengertian persamaan Harkat, Derajat, dan Martabat Manusia.
Harkat berarti derajat, taraf, mutu, atau nilai. Derajat berarti tingkatan atau martabat, sedangkan martabat sendiri dapat diartikan sebagai tingkatan harkat kemanusiaan atau harga diri.
Harkat, derajat dan martabat memiliki pengertian yang sama, yakni menunjuk pada tingkatan harkat kemanusiaan atau harga diri manusia. Pada dasarnya setiap manusia memiliki harkat, derajat dan martabat yang sama, yaitu sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki unsur jasmani dan rohani yang dikaruniai potensi pikir, rasa dan cipta.
Cipta: (pikiran atau akal) kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yg baru; angan-angan yg kreatif.
Rasa: (perasaan) tanggapan hati thd sesuatu, pendapat (pertimbangan) mengenai baik atau buruk, salah atau benar
Karsa : (niat/kemauan) daya (kekuatan) jiwa yg mendorong makhluk hidup untuk berkehendak
Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat.Sedangkan derajat kemanusiaan adalah tingkatan, martabat dan kedudukan manusiasebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak dan kewajiban azasi.Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap orang harusmengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat manusia. Sikapini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalamlingkungan keluarga, lembaga pendidikan maupun di lingkungan pergaulan masyarakat.Manusia dikarunian potensi berpikir, rasa dan cipta, kodrat yang sama sebagai makhlukpribadi (individu) dan sebagai makhluk masyarakat (sosial).
Negara Indonesia yang kita cintai ini memiliki landasan moral atau hukum tentang persamaan derajat :
1.Landaasan Ideal :  Pancasila
2.Landasan Konstitusional : UUD 1945 yakni :
a. Pembukaan UUD 1945 pada alenia ke-1, 2, 3, dan 4
b.Batang Tubuh (pasal) UUD 1945 yaitu pasal 27, ps. 28, ps. 29, ps.30,ps.31, ps.32, ps.33, dan ps. 34 lihat amandemennya.
3.Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN



Read More...

Pengertian Dan Penjelasan Menulis Karya Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penguasaan bahasa dan penguasaan jenis wacana dalam penulisan karya ilmiah merupakan faktor penting yang harus diketahui penulis sejak awal. Faktor bahasa menentukan kualitas tulisan dan penguasaan jenis wacana membantu penulis memilih retorika dalam tulisan.
Aspek bahasa dalam karya ilmiah terkait dengan sikap, pembaca, dan tujuan penulis. Sikap, pembaca, dan tujuan penulisan akan mempengaruhi bagaimana penyajian kalimat, pilihan kata, dan gaya bahasa. Penguasaan bahasa yang baik akan mempermudah penulis memilih jenis wacana yang akan digunakan sebagai media tulisannya.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang akan dijelaskan pada penulisan makalah ini adalah:
1.    Hakikat tulisan ilmiah
2.    Masalah pokok dalam menulis karya ilmiah
3.    Tahapan menulis karya ilmiah

C.    Tujuan Penulisan
Untuk apa penulis menyajikan tulisan? Tujuan menulis bisa untuk menjelaskan, melaporkan fakta, menyakinkan, mengubah pendapat orang, mempengaruhi sikap pembaca. Karena itu tujuan penulisan terkait dengan jenis wacana apa yang dipilih penulis untuk menyajikan isi tulisan. Tujuan tulisan tercermin dalam sikap penulis terhadap audience dan sikap penulis terhadap materi

D.    Manfaat Penulisan
1.       Agar pembaca memahami definisi karya ilmiah
2.       Pembaca bisa mengetahui hakikat, masalah dan tahapan dari menulis karya ilmiah
3.    Memperdalam wawasan tentang menulis karya ilmiah

E.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode Study litelatur, metode ini digunakan dengan cara mencari bahan-bahan tulisan, seperti membuka, membahas, serta manelaah beberapa literature atau bacaan yang berkaitan dengan masalah yang akan dikemukakan setelah terkumpul bahan-bahan yang diperoleh, kemudian dituangkan dalam suatu konsep pada kegiatan penulisan karya tulis ini.

BAB II
MENULIS KARYA ILMIAH

A.    Hakikat Tulisan Ilmiah
Sebuah tulisan dikembangkan dengan mengacu pada tiga hal: Tujuan, Audiens, dan Tone. Tujuan penulisan mengacu pada untuk apa tulisan disajikan. Dalam konteks ini penulis bisa memilih mode atau retorika yang sesuai misalnya, Narasi, Deskripsi, Eksposisi, atau Agumentasi. Dari segi audiens, penulis bisa mengatur bobot dan gaya penulisan menjadi formal, informal atau popular. Tujuan dan audiens, menentukan bagaimana gaya bahasa dan sikap (tone) dari penulis. Tulisan yang ditujukan untuk anak-anak, menggunakan kata “adik, kamu atau teman-teman” dianggap cocok. Tulisan untuk majalah cenderung memilih bahasa gaul sehari-hari.
Karya ilmiah merupakan tulisan yang memiliki bobot akademis tertentu ditinjau dari aspek organisasi tulisan, substansi masah, akurasi data, dan penyajian. Karya ilmiah dievaluasi secara ketat dari beberapa aspek sebagai kriteria sehingga karya ilmiah yang berbobot harus ditulis dengan cermat. Secara umum karya ilmiah disajikan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penulisan dengan kisaran jumlah kata antara 150 kata, 300 kata, 1.500 kata, 5.000 kata, 10.000 kata, 30.000 kata, 40.000 kata, dan 75.000 kata (Budiharso, 2005)

B.    Masalah Pokok Dalam Menulis Karya Ilmiah
Masalah pokok dalam menulis karya ilmiah bisa di kelompokkan  kedalam msalah Empiris, masalah Retorika dan masalah Linguistik.

1.    Masalah Empiris
Masalah Empiris dimaksudkan persoalan menulis yang disebabkan oleh pengalaman dilapangan. Ada tiga hal masalah pokok yang menyebabkan seseorang sulit membuat tulisan, yaitu: keterbatasan penulis mengembangkan ide, pola tulisan kurang standar, dan kurang berbobot substansi tulisan (Krashen, 1984; Connor, 1992; Wahab, 1995; Budiharso, 2001). Pola tulisan yang demikian menyebabkan karya ilmiah kurang bermutu dan tidak mampu mempengaruhi pembaca agar yakin pada apa yang disajikan penulis.
Menulis sebenarnya bukan aspek yang bisa diajarkan. Yang bisa ditransfer dalam menulis adalah latihan menulis, frekuensi menulis, membaca dan meniru pola tulisan yang sudah ada.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kaplan (1984) menyarankan pola menulis secara “celup”. Calon penulis hendaknya mengikuti saja pola yang akan ditiru untuk tujuan penulisan yang dimaksudkan dan melakukan latihan yang cukup untuk menulis sesuai dengan model yang dikehendaki. Semakin sering berlatih, akan semakin matang tulisan yang dihasilkan. Untuk menulis artikel Koran, penulis harusnya langsung membaca artikel yang ada dan meniru gaya tulisan di Koran tersebut. Untuk menulis artikel di jurnal, penulis bisa langsung membaca jurnal yang diinginkan dan meniru gaya tulisannya sampai penulis merasa mampu (Connor, 1992).

2.    Masalah Retorika
Retorika maksudnya cara mengungkapkan ide. Retorika dalam tulisan tertuang dalam bentuk kelancaran ide, linier tidaknya argumentasi, pola penyajian data pendukung, dan pola membuat simpulan dari suatu argumentasi. Dalam mengungkapkan ide, secara sederhana persoalan retorika meliputi:
a.    Tulisan dengan retorika linier.
b.    Tulisan dengan retorika berputar-putar.
c.    Tulisan dengan retorika berbunga-bunga.
d.    Tulisan dengan retorika tidak jelas.
Dalam karya ilmiah retorika yang dianggap memiliki bobot ilmiah ialah tulisan dengan retorika linier. Wacana yang banyak digunakan dalam karya ilmiah karena memiliki pola retorika yang memenuhi unsur-unsur karya ilmiah ialah eksposisi dan argumentasi.
Dalam bentuk tulisan, retorika ini mengacu pada jenis wacana. Setiap jenis wacana mempengaruhi secara jelas bentuk retorika, pilihan kata, diksi, dan tata bahasa yang digunakan penulis. Dalam aspek ini dikenal empat jenis wacana yaitu: (1) narasi, (2) deskripsi, (3) eksposisi, dan (4) argumentasi.
Pada wacana narasi, penulis bebas menggunakan gaya bahasa yang bersifat subjektif dan berbunga-bunga. Cara menyajikan alasan dalam teks umumnya bersifat kronologis. Dengan demikian gaya bahasa, diksi, kosa-kata, dan pola tulisan sangat tergantung pada isi pikiran dan imajinasi penulis.
Pada wacana deskripsi, penulis harus mampu memfungsikan panca indera secara cermat, menyajikan urutan persoalan berdasarkan sudut pandang yang dianggap paling berperanan, dan memilih kosa-kata yang bisa mempengaruhi panca indera. Gaya bahasa yang dipilih harulah objektif dan lugas.
Pada wacana eksposisi, tujuan penulis adalah menjelaskan, mengklarifikasi, dan memberi penegasan terhadap suatu hal. Karena itu, tulisan dalam bentuk eksposisi memerlukan banyak dukungan data yang disajikan dalam bentuk kutipan, statistic, perbandingan, contoh, atau sintesis. Karena itu pula, gaya penulisan dalam wacana eksposisi harus objektif, langsung pada pokok persoalan, dan ringkas (succinct).
Pada wacana argumentasi, bertujuan untuk menyakinkan pembaca agar mengikuti pola piker penulis sehingga pembaca akan bertambah pandangannya atau mengikuti pandangan penulis. Untuk membuat tulisan argumentasi yang baik, penulis harus memulai dengan thesis atau claim yang sifatnya kontroversi. Wacana argumentasi ini merupakan wacana yang juga banyak digunakan dalam karya ilmiah dan dianggap memiliki bobot yang lebih kuat.

3.    Masalah Linguistik
Masalah linguistik maksudnya masalah penguasaan bahasa. Dalam aspek ini ada empat hal yang dijadikan acuan, yaitu:
a.    Sintaksis.
b.    Gramatika.
c.    Diksi dan Kosa-Kata (pilihan kata).
d.    Mekanik.
Wacana yang ditulis dengan baik, umumnya memenuhi syarat retorika yang baik dan syarat linguistic dengan hamper sempurna. Jika ide disampaikan dengan baik dan runtut, kalimat-kalimat yang mendukung dan pilihan kata yang tepat, digunakan untuk mendukung gagasan. Sebaliknya, wacana yang kurang berbobot, umumnya retorikanya kacau, tidak linier, tidak ada jelas, tatabahasa kacau, kosa-kata tidak tepat sasaran, dan mekanik tulisannya rusak.
Aspek sintaksis adalah kemampuan penulis dalam menyajikan ide dalam bentuk kalimat sederhana, kalimat majemuk, kalimat kompleks, dan kalimat majemuk-kompleks. Tulisan yang menggunakan kalimat majemuk dan kalimat kompleks secara proporsional dinilai sebagai tulisan yangmatang dan berbobot.
Setelah aspek sintaksis, penulis juga harus menunjukkanpenguasaan gramatika secara baik, benar, dan standar. Kekeliruan menggunakan gramatika ini sangat mengganggu dan menghilangkan ide. Umumnya kekeliruan jenis ini ditandai dengan: kalimat tidak memiliki subjek, kalimat tidak memiliki predikat, atau kalimat yang belum selesai.
Dari aspek pilihan kata, kekeliruan terjadi misalnya dalam penggunaan kata asing. Umumnya pilihan kata ini salah ditempatkan dalam posisi subjek, predikat, atau keterangan.
Aspek mekanik maksudnya penggunaan tanda baca (punctuation) yang meliputi:
a.    Menggunakan titik koma, seperti: Titik (.), Koma (,), Tanda Tanya (?), Titik Dua (:), Titik Koma (;).
b.    Penggunaan huruf capital.
c.    Penggunaan kata pada awal paragraf.
d.    Penggunaan symbol matematika, seperti persentase, penomoran, dsb.

C.    Tahapan Menulis Karya Ilmiah
Bagian ini dibatasi pada tahapan penguasaan jenis tulisan, yaitu penguasaan paragraf dan penguasaan komposisi atau esai. Hanya bagian yang pokok-pokok saja yang diuraikan sebagai bahan kajian dalam bagian ini.

1.    Paragraf
Paragraf maksudnya unit tulisan yang paling pendek, bisa berbentuk satu kalimat, bisa terdiri dari beberapa kalimat. Paragraf yang lengkap memiliki tiga unsur yaitu: kalimat pembuka, kalimat pengembang, dan kalimat penyimpul.
Paragraf yang baik haruslah memenuhi unsur:
a.    Kalimat topic dan dalam kalimat topic dijelaskan secara tegas ide pembatasnya.
b.    Memiliki kalimat pengembang.
c.    Memiliki kalimat penyimpul.
d.    Memiliki koherensi.
e.    Memiliki keutuhan (unity).
Syarat terakhir paragraf yang baik adalah memiliki unity. Unity maksudnya satu paragraf hanya membahas satu pokok pikiran. Pokok pikiran dalam suatu paragraf bisa dilihat dari kalimat tofik dan ide pembatasnya. Paragraf yang baik tidak membuat informasi tambahan setelah kalimat penyimpul. Paragraf yang tidak mempunyai unity ditandai dengan munculnya uraian dalam kalimat pengembang lebih dari yang ditulis dalam ide pembatas.

2.    Komposisi atau Esai
Komposisi adalah tulisan yang terdiri dari 3-5 paragraf. Karena sifatnya uraian bebas, komposisi biasa disebut dengan istilah esai. Tulisan ini secara ilmiah digunakan untuk menguji kompetensi misalnya TOEFL, seleksi masuk Program Doktor atau tes ke luar negeri. Komposisi sangat bermanfaat untuk memberikan informasi akurat mengenai autentisitas seseorang dalam sebuah tes. Dalam bentuk lain, komposisi ini berupa tulisan opini untuk surat kabar, kolom majalah, teks pidato, ulasan buku, atau komentar. Panjang tulisan antara 1-3 halaman quarto diketik dalam spasi tunggal. Jenis wacana dalam tulisan ini umumnya eksposisi dan argumentasi.

3.    Pengembangan Komposisi
Sama dengan struktur paragraph, struktur komposisi terdiri dari: pembuka, isi, dan penutup. Komposisi atau esai memiliki tiga unsur utama yang harus dipenuhi:
a.    paragraf pembuka.
b.    paragraf pengembang.
c.    paragraf penutup.
Paragraf pembuka bertujuan untuk menjelaskan topic dan batasan apa yang hendak diuraikan penulis dalam keseluruhan esai. Paragraf pembuka berisi thesis statement atau claim yang akan diuraikan dalam paragraf pengembang. Thesis Statement atau Claim ialah pernyataan pokok dari penulis tentang suatu topic yang akan diuraikan kedalam esai. Thesis Statement inilah yang akan dibuktikan, diuraikan, dijelaskan, dipertahankan atau diklarifikasi oleh penulis. Agar pembuktian dan uraian mengenai Thesis tadi layak, penulis harus mendukung dengan data, fakta, dan logika yang bagus dan standar menurut karya ilmiah. Seberapa jumlah Thesis Statement yang akan diuraikan, mempengaruhi seberapa banyak jumlah paragraf pengembang yang harus dibuat penulis.
Paragraf pengembang bertujuan untuk menjelaskan dan menguraikan thesis  yang dijelaskan dalam paragraf pembuka. Semakin banyak paragraf pengembang, semakin jelas dan tuntas pembahasan dalam esai. Untuk membuat paragraf pengembang, diperlukan teknik paragraf pengembangan paragraf. Beberapa teknik yang sering digunakan untuk membuat paragraf pengembang ialah: kutipan, statistic. Contoh:  perbandingan, pengalaman, kontras. Karya ilmiah yang baik, mencantumkan kutipan dari sumber rujukan secara proporsional. Semakin banyak kutipan, karya ilmiah dinilai semakin berbobot.
Paragraf penutup berisi simpulan dari uraian yang ditulis dalam paragraf pengembang. Namun paragraf penutup harus tetap mengacu pada thesis statement yang dijelaskan dalam paragraf pembuka. Sama dengan penulsan kalimat penyimpul dalam paragraf, paragraf penutup bisa ditulis dengan teknik: Summary, Parapbrase, dan Restatement. 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa menulis karya ilmiah mempunyai tahapan penulisan yaitu penguasaan paragraf dan penguasaan komposisi atau esai.
Keutuhan satu paragraf dapat dicapai jika didalam paragraf itu hanya membahas satu ide pokok saja. Ide pokok yang akan dibahas itu dinyatakan dalam kalimat topic, dan kemudian kalimat-kalimat pendukungnya merupakan penjelasan, ilustrasi, atau contoh-contoh yang lebih rinci dari ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat tadi.

B.    Saran
Di dalam pembuatan makalah yang sangat sederhana ini, yang mungkin mempunyai banyak kesalahan, baik dari penulisan maupun ucapan penyampaian mohon dimaafkan dengan segala kerendahan hati.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca/pendengar yang bersifat membangun. Atas partisipasinya pemakalah ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Arnaundent, M. and Barret M.M 1981. Paragraf Development: A Guide For Students Of English As a Second Language. Rowly, Massachusetts, Prentice Hall Inc.
Bolinger, D. and Sears, D.A. 1982. Aspects of Language. New York: Harcourt Brace Jovanovich Inc.
Brereton, J.C. 1982. A Plan For Writing. New York: CBS College Publishing.
Connor, U. 1996. Contrastive Rbetoric: Cross-Cultural Aspects of Second Language Writing. Cambridge: Cambridge University Press.
Flower, LS and J.R Hayes. 1981. A Cognitive Process Theory of Writing. College Composition and Communication, 32 (4):365-387.
Guntur Waseso, M. dan Ali Saukah (Ed.). 2003. Penerbitan Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang press.
Huda, N. 1999. Language Learning and Teaching: Issues and Trends. Malang: IKIP MALANG Publishers.
Ibnu, Suhadi. 2003. Anatomi Artikel Hasil Pemikiran dan Artikel Hasil Penelitian. Makalah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Langan, J. 1986. College Writing Skills with Reading. London: McGraw-Hill Company.
Read More...

Pengertian Dan Penjelasan Pengantar Pendidikan


1.      HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA 

Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat hakikat dapat ditumbuh kembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh, manusia berpendidikan manusia pancasila
Wujud sifat hakikat manusia mencakup:
-          kemampuan menyadari diri,
-          kemampuan bereksistensi,
-          pemilikan kata hati,
-          moral,
-          kemampuan bertanggung jawab,
-          rasa kebebasan (kemerdekaan),
-          kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak,
-          kemampuan menghayati kebahagiaan.
Sedangkan dimensi-dimensinya meliputi:
-          keindividualan,
-          kesosialan,
-          kesusilaan, dan
-          keberagamaan.
Sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya hanya dimiliki manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipil hewan dan manusia. 

Pengembangan  Manusia
Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahannya yang lazimnya di sebut salah didik.
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis (tidak normal).

2.      PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a.       Pendidikan sebagai proses transformasi budaya; pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain.
b.      Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi; pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
c.       Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara; pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.      Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja; pendidikan diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Adapun tujuan pendidikan adalah memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
3.      UNSUR – UNSUR PENDIDIKAN

Proses pendidikan melibatkan beberapa unsur yaitu:
-          Anak didik
Pihak yang menjadi obyek utama pendidikan
-          Pendidik                     
Pihak yang menjadi subyek dari pelaksanaan pendidikan
-          Interaksi
Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
-          Tujuan
Ke arah mana bimbingan ditujukan
-          Materi
Bahan atau pengalaman belajar yang disusun menjadi kurikulum

-          Alat Dan Metode
Cara yang digunakan dalam bimbingan atau Tindakan yang menjadi kelangsungan mendidik
-          Lingkungan
Keadaan yang berbengaruh terhadap hasil pendidikan atau Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung.

4.      LANDASAN DAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN SERTA PENERAPANNYA
Landasan pendidikan mencakup:
1.      Landasan filosofis, yaitu landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah).
2.      Landasan sosiologis, yaitu memandang kegiatan pendidikan sebagai proses interaksi antara dua individu.
3.      Landasan kultural, yaitu memandang pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu.
4.      Landasan Psikologis, yaitu memandang pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia.
5.      Landasan ilmiah dan teknologis, yaitu memandang iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain, pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek.
Asas-asas pokok pendidikan meliputi:
1.      Asas Tut Wuri Handayani. Asas ini dilengkapi  dengan dua semboyan, yaitu:
    Ing ngarsa sung tulada (jika di depan, menjadi contoh),
    Ing madya mangun karsa (jika di tengah-tengah, membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi),
    Sedangkan Tut Wuri Handayani sendiri berarti jika di belakang, mengikuti dengan awas.
2.      Asas belajar sepanjang hayat, meliputi:
    Dimensi vertikal, yakni kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan, dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
    Dimensi horizontal, yakni kurikulum sekolah meliputi keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
3.            Asas kemandirian dalam belajar.
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya didunia nyata

5.      PERKIRAAN DAN ANTISIPASI TERHADAP MASA DEPAN
Perkiraan masyarakat masa depan dapat terlihat pada karakteristik berikut:
1.      Kecenderungan globalisasi yang semakin kuat
2.      Perkembangan iptek yang makin cepat
3.      Perkembangan arus informasi yang semakin padat dan cepat
4.      Kebutuhan/tuntutan peningkatan layanan profesional dalam berbagai kehidupan manusia.
Upaya pendidikan dalam mengantisipasi masa depan:
a.       Perubahan nilai dan sikap
b.      Pengembangan kebudayaan
c.       Pengembangan sarana pendidikan
Read More...

Pengertian Dan Penjelasan Sejarah Dan Fungsi Bahasa Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

      Sebagai bahasa untuk ratusan juta penduduk yang tersebar pada ratusan pulau dengan bahasa daerah yang jumlahnya juga ratusan, bahasa Indonesia menanggung beban tugas yang amat besar karena ia dituntut untuk tetap menjadi sarana komunikasi yang mantap dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam konteks persataun bangsa yang tengah dan terus dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, maka bahasa indonesia harus tetap mempertahankan dirinya sebagai sarana komunikasi yang efektif dan efisien tanpa kehilangan, apalagi mengorbankan keutuhan jati dirinya.

      Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan juga bahwa masa depan bahasa Indonesia berkaitan erat dengan masa depan bangsa dan negara. Barangkali,  inilah yang dimaksud dengan ungkapan yang menyatakan, “bahasa menunjukkan bangsa” yang diwariskan oleh para pendahulu kita. Jika hal itu dihubungkan dengan bangsa Indonesia,  masalah bahasa Indonesia sekarang dan masa yang akan datang juga tergantung pada sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa nasional tersebut. Bangsa Indonesia mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan terhadap masalah pembinaan dan pengembangan bahasa di tanah air kita ini.

B. Tujuan

      Berdasarkan kerangka pemikiran seperti yang dipaparkan di atas, pada makalah ini akan dikemukakan beberapa hal yang diharapkan akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kehidupan dan peradaban yang lebih maju, dan kita dapat memahami makna bahasa Indonesia baik dari sejarah dan fungsinya sebagai bahasa nasional.

BAB II

PEMBAHASAN

SEJARAH DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

A. Sejarah Bahasa Indonesia

      Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah India

      Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.

      Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.

      Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
      Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).

      Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.

      Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:

      Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.

      Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.

      Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.

      Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.

      Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

B. Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :

1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai :

1. Bahasa Nasional

      Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :

a. Lambang kebanggaan Nasional.

      Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

b. Lambang Identitas Nasional.

      Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

      Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

d. Alat penghubung antarbudaya antardaerah.

      Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

      Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :

a. Bahasa resmi kenegaraan.

      Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.

b. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.

      Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing. Apabila hal ini dilakukan, sangat membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).

c. Bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.

      Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

d. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

      Kebudayaan nasional yang beragam yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

      Keberhasilan upaya membahasaindonesiakan seluruh bangsa Indonesia akan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang berarti memantapkan pula jati diri bangsa. Seberapa jauh pandangan dan harapan yang telah dikemukakan di atas, sehubungan dengan sumbangan bahasa Indonesia dalam pesatuan dan jati diri bangsa, hal itu akan terpulang pada masyarakat penggunanya secara keseluruhan. Sementara itu, yang perlu ditambahkan pada bagian akhir makalah ini ialah bahwa upaya apa pun yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa haruslah didasarkan pada perencanaan bahasa yang telah digariskan secara nasional.

      Sebagai akibat dari begitu kompleksnya jaringan masalah kebahasaan di Indonesia karena adanya persentuhan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah pada satu pihak, dan antara bahasa Indonesia dan bahasa asing pada pihak yang lain, ditambah pula dengan tuntutan agar bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi yang efektif dan efisien dalam berbagai bidang kehidupan, maka perencanaan bahasa itu tidak semata-mata didasarkan pada eksistensi bahasa Indonesia sebagai sistem fonologi, gramatikal, dan semantis, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor-faktor nonkebahasaan seperti politik, pendidikan, iptek, kebudayaan, dan ekonomi.

B. Saran

      Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yg menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yg ada hubungannya dengan judul makalah ini.

      Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah pada kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Finoza, Lamuddin.2008.Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa NonJurusan Bahasa.Jakarta : Diksi Insan Mulia.

http://www.scribd.com/doc/94160687/Sejarah-Bahasa-Indonesia



Read More...

Pengertian Dan Penjelasan Kalimat, Kalimat Efektif Dan Paragraf

A. KALIMAT 
Pengertian kalimat  

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58). Panjang atau pendek, kalimat hanya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).

Pendapat lain mengatakan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6). Menurut Kridalaksana, kalimat adalah suatu bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan baik secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksan dkk, 1984:224). Satu bagian nujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap, adalah kalimat (Keraf, 1978: 156).
kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).

1. Macam-macam Kalimat dalam Bahasa Indonesia
Kalimat dapat diklasifikasikan berdasarkan dengan:
a.    Jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya
b.    Jenis respon yang diharapkan
c.    Sifat hubungan actor/aksi
d.    Ada tidaknya unsur negatif pada kalimat utama
     
 Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor,yaitu :

1.    Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat minor dibedakan atas:
a.    Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan, pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam wacana.
b.    Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian dari klausa kalimat tunggal.
Contoh: Terserah saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja).
c.    Kalimat jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas pentanyaan-pertanyaan.
Contoh : (Apa yang kau bawa itu?) Lukisan.
d.    Kalimat sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari kalimat majemuk subordinat.
Contoh : Meskipun hujan. (Dia tetap datang).
e.    Kalimat urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga menyatakan bahwa kalimat tersebut merupakan bagian kalimat lain.
Contoh : Karena itu, harga minyak naik.
f.    Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi, dibedakan atas.
-    Panggilan. Contoh : bakso !
-    Seruan. biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan perasaan. Contoh: halo !
-    Judul, merupakan suatu ungkapan topik atau gagasan. Contoh : Dampak negatif penayangan TV.

2.    Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa bebas. Berdasarkan statusnya, dalam kalimat mayor, pembentuk yang inti saja. Berdasarkan statusnya, dalam kalimat mayor, terdapat unsur pembentuk yang inti saja, berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat dibedakan atas:
a.    Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya menduduki : salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau atribut dari salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
-    Yang berkaca mata hitam itu teman saya.
-    Orang itu badannya sangat gemuk.
-    Polisi telah mengatakan bahwa kabar itu bohong.
b.    Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain.
Contoh :
-    Semalam suntuk saya tidur di kursi, dan orang-orang itu bermain kartu.
-    Mula-mula dinyalakannya api, lalu ditaruhnya cerek diatasnya.
-    Dalam perang, kita harus berani membunuh lawan, kalau tidak kita sendiri yang dibunuh.
c.    Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat objek, maupun keterangan.
Contoh :
-    Rumah itu baru saja diperbaiki, tetapi sekarang sudah rusak.
-    Saya mengerjakana bagian depan, adik bagian belakang.
-    Dengan susah payah orang tuaku membangun rumah ini, tetapi saya tinggal menempati saja.
Berdasarkan respon yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :

1.    Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan response tertentu. Cirri untuk mengenal kalimat pernyataan ini yaitu melalui pola intonasinya yang bernada akhir turun (dalam bahasa lisan) dan tanda titik (.) seperti ayo, mari; kata-kata persilahkan, seperti silahkan, dipersilahkan; dan kata larangan (jangan).
Contoh :
Cita-cita anak itu sangat mulia.
Saya tidak membawa uang sama sekali.
Menurut teori Darwin, manusia merupakan keteturunan kera.
2.    Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing response yang berupa jawaban. Kalimat pertanyaan dapat dikenal dari pola intonasinya yang bernada akhir naik serta nada terakhir dan pola intonasi kalimat pertanyaan. Nada akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda Tanya (?) dalam bahasa tulisan.
Contoh :
-    Kakak sudah menikah?
-    Mengapa anak itu tidak tidur?
-    Siapa pemilik rumah itu?
3.    Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa tindakan. Kalimat perintah ditandai dengan tanda seru (!). tetapi penggunaan seru ini biasanya tidak dipakai kalau sifat perintah itu menjadi lemah, demikian juga predikatnya diikuti oleh partikel-lah. Kalimat perintah dapat bersifat negative. Untuk menegatifkan kalimat perintah, digunakan kata jangan yang biasanya ditempatkan pada bagian awal kalimat. Kaliamat perintah yang besifat negative beubah menjadi larangan.
Contoh :
-    Masuklah!
-    Marilah kita belajar bersama-sama!
-    Jangan membuang sampah di sembarang tempat!
Berdasarkan hubungan aktor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
1.    Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku actor. Subjek kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba intransitive. Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi sebagai perdikat kalimat aktif ialah meN- dan ber- yang dapat dikombinasikan dengan –I atau –kan.
Contoh :
-    Anak itu memetik bunga di taman.
-    Ayah membelikan kakak baju baru.
-    Pembantu itu sedang menyapu halaman.

2.    Kalimat pasif adalah kalimat yanmhg subjeknya berperan sebagai penderita. Subjek dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat kalimat tersebut.
Predikat kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di- yang dapat bekombinasi dengan sufiks –i dan –kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan verba yang didahului oleh pronominal persona.
Contoh :
-    Badannya dilumuri minyak.
-    Kita apakan barang-barang ini?
-    Tidak terlihat olehku benda yang kau tujukan itu.

3.    Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh :
-    Jangan menyiksa diri sendiri.
-    Wanita itu berhias di depan cermin.

4.    Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu pebuatan yang berbalas-balasan. Verba yang berfungsi sebagai predikat pada kalimat respirokal adalah verba yang beprefiks me- yang didahului oleh kata dasarnya, verba berulang yang berkombinasi dengan konfiks ber-kan, verba dasar yang diikuti oleh kata baku, dan saling yang diikuti oleh veba yang berprefiks me- atau me-i/kan.
Contoh :
-    Kedua Negara itu tuduh-menuduh tentang pelanggaran perbatasan.
-    Dua bersaudara itu saling mencintai dan saling menyayangi.
-    Pemuda-pemuda tanggung itu berbaku hantam d tanah lapang.

B. KALIMAT EFEKTIF 
Pengertian kalimat efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang   seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah.

Menurut Sabarti Akhdiah (1994:134) menyatakan bahwa secara umum kalimat harus di susun berdasarkan kaidah sebagai berikut :
1.    Penggunaan subjek ganda.
2.    Penjamakan kata yang sudah jamak unsur-unsur yang ada dalam sebuah kalimat.
3.    Aturan ejaan yang berlaku.
4.    Cara-cara memilih kata (diksi).

Syarat umum kalimat efektif adalah :

1.    Kesepadanan dan kesatuan gagasan
Kalimat biasanya terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan. Kesepadanan artinya hubungan timbal balik antara subjek dengan predikat, antara predikat dengan objek serta dengan keterangan-keterangannya yang menjelaskan unsur-unsur kalimat tersebut. Kesepadanan artinya pikiran/perasaan ide sama dengan kalimat yang diucapkan atau ditulis. Kesatuan gagasan artinya bahwa sebuah kalimat harus utuh mengandung satu ide pokok atau satu pikiran (tidak menimbulkan salah paham). Biasanya jika sepadan dengan pikiran dan perasaan, kalimat dengan sendirinya akan memiliki kesatuan gagasan.
Contoh kalimat sepadan :
1.    Dosen sedang menyampaikan perkuliahan bahasa arab    (benar)
Kalimat ini sepadan karena kalimatnya utuh dan lengkap.
1.    Bagi dosen sedang menyampaikan perkuliahan bahasa Arab (salah)
Kalimat ini tidak sepadan dan tidak jelas kesatuan gagasannya karena tidak lengkap , tidak mempunyai subjek.

2.    Kelogisan
Kelogisan kalimat adalah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu dengan logika. Sebuah kalimat memiliki kelogisan jika masuk akal.
Contoh kalimat :
1.    Pencuri berhasil ditangkap polisi (salah)
2.    Polisi berhasil menangkap pencuri (benar)

3.   Keparalelan
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan unsur-unsur yang digunakan secara konsisten dalam satu kalimat. Jika verba yang di gunakan, unsur yang lain juga verba. Demikian pula, jika nomina yang di gunakan, unsur yang lain juga nomina. Jika aktif yang di gunakan, yang lain juga harus aktif. Demikian pula sebaliknya.
Contoh :
1.    Belajar, bergurau : Dia tidak belajar, melainkan bergurau.

 4.   Penekanan/Ketegasan
Penekanan atau ketegasan ialah penonjolan pada pokok kalimat.

5.    Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Peghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan.

6.    Kepaduan (Koheresi)
Kepaduan adalah adanya hubungan yang padu (koheren) antar unsur kalimat. Satu unsur dengan unsur yang lain tidak boleh diselingi oleh kata yang tidak penting dan letak kata dalam kalimat tidak boleh dipertukarkan.

7.    Kecermatan
Yang dimaksud dengan cermat adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda, dan tepat dalam pilihan kata.

C. PARAGRAF 
1. Pengertian paragraf
Paragraf merupakan bagian karangan tulis yang membentuk satu kesatuan pikiran/ide/gagasan. Adapun kesatuan pikiran/ide/gagasan yang dilisankan disebut paratone atau padu. Jadi paratone dan paragraph sesungguhnya merujuk pada hal sama,yakni kesatuan pengungkapan pikiran/ide/ gagasan.
Setiap paragraf dan paratone dikenalikan oleh satu ide pokok.Ide pokok harus dikemas dalam sebuah kalimat, yakni kalimat topik atau kalimat utama.
2. Syarat-Syarat Paragraf yang baik
Ada beberapa syarat agar kalimat bisa menjadi suatu paragraf yang baik, yaitu :
a.    Penggunaan Pengulangan Kata atau Kata kunci
Kata kunci (keywords) adalah kata yang diulang untuk mengaitkan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.
b.    Penggunaan Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang dapat menggantikan nominal atau frase nominal, misalnya: dia, beliau, (pronominal persona ‘kata ganti orang’), itu ini, di sini, di situ (pronominal demonstrative ‘kata ganti penunjuk’), dan –nya, -ku, -mu (pronominal objektif ‘kata ganti sasaran’).
3. Unsur-unsur Paragraf
Unsur lahiriah paragraf juga berupa kalimat, frasa, kata, dan lain-lain; sedangkan unsur nonlahiriah paragraf berupa makna atau maksud penulis yang dikandung di dalam keseluruhan jiwa paragraf itu. Secara lahiriah, khususnya paragraf nonnaratif, lazimnya paragraf tersusun dari :
1.    Kalimat topik atau kalimat utama
2.    Kalimat pengembang atau kalimat penjelas
3.    Kalimat penegas
4.    Kalimat transisi
Dalam paragraf naratif, ide pokok paragraph tersebar di dalam keseluruhan kalimat yang membangun paragraf naratif.Jadi paragraf naratif tidak selalu harus mengikuti ciri-ciri lahiriah paragraf seperti disebutkan di atas. Unsur-unsur lahiriah paragraf haruslah padu; unsur nonlahiriah paragraf juga harus satu. Kepaduan lahiriah paragraf disebut koherensi; kesatuan nonlahiriah pargaraf disebut kohesi.

Read More...